Mengenal Islam Lebih Dekat

Kita patut bersyukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, atas segala nikmat yang Dia berikan kepada kita. Walaupun kita tidak akan mampu untuk membalasi nikmat-nikmat-Nya yang begitu banyak. Betapa banyak nikmat Allah Subhaanahu wata’aala, yang telah kita lalaikan tanpa disadari.

Oleh sebab itulah Allah Subhaanahu wata’aala, memerintahkan kita untuk banyak bersyukur kepada-Nya. Allah Subhaanahu wata’aala, berfirman yang artinya, “Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan ingat kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Ku dan janganlah kalian mengkufuri (nikmat)-Ku.” [Q.S. Al-Baqarah:152].

Termasuk nikmat terbesar yang telah Allah Subhaanahu wata’aala, anugerahkan kepada kita adalah nikmat mengenal Islam dan menjadi pemeluknya. Banyak orang yang tidak mendapatkan karunia ini, tidak mengetahui Islam, terlebih untuk tunduk memeluk agama ini.

Namun bagaimana seorang akan mensyukuri sesuatu apabila ia tidak menyadari bahwa perkara tersebut patut disyukuri. Oleh karena itu, secara selaras dalam hati, lisan serta anggota badan.

Islam memiliki tiga esensi utama, ketiganya harus terpenuhi untuk tegak serta benarnya Islam seseorang.

Tidak akan tegak salah satu darinya tanpa yang lain. Ketiga esensi itu adalah :

Yang Pertama: Mengesakan Allah Subhaanahu wa Ta’aala, Dengan Berserah Diri Hanya Kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala,

Seorang muslim adalah seseorang yang beriman bahwa Allah Subhaanahu wata’aala, adalah satu-satunya yang mampu menciptakan mengatur serta memelihara alam. Tidak ada tandingan bagi Allah Subhaanahu wa Ta’aala, dalam kemampuan tersebut. Dia beriman pula bahwa hanya Allah Subhaanahu wata’aala, yang berhak untuk diibadahi, dimintai, dan ditakuti. Yang mana, ini semua adalah konsekuensi atas keimanannya terhadap keesaan Allah Subhaanahu wata’aala, dalam penciptaan, pengaturan dan pemeliharaan alam. Dia juga wajib beriman bahwa bagi-Nya lah seluruh nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna.

Seorang muslim adalah orang yang tidak akan memercayai bahwa ada yang bisa mengatur alam selain Allah Subhaanahu wata’aala, tidak pula berdoa dan meminta kepada selain Allah Subhaanahu wata’aala, serta tidak memberikan sifat ketuhanan kepada selain Allah Subhaanahu wata’aala.

Yang Kedua: Tunduk Dan Patuh Dengan Menaati-Nya

Seorang muslim akan tunduk kepada Allah dengan menaati seluruh perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Ketundukan ini adalah konsekuensi dari pengakuannya akan keesaan Allah Subhaanahu wata’aala, .Tidak akan didapati pada diri seorang yang berislam dengan benar keinginan untuk menyelisihi perintah Allah Subhaanahu wata’aala, terlebih untuk terang-terangan menentang-Nya. Sikap penentangan kepada Allah Subhaanahu wata’aala, seperti ini hanya akan muncul dari orang yang tidak mengesakan-Nya. Bahkan, sikap penentangan terhadap Allah Subhaanahu wata’aala, adalah salah satu sikap orang kafir dan munafik. Sebaliknya, sikap tunduk atas perintah dan larangan-Nya adalah ciri dari seorang muslim sejati.

Yang Ketiga: Berlepas Diri Dari Kesyirikan Dan Para Pelakunya

Kesyirikan adalah lawan dari tauhid, tidak akan bersatu dalam diri seseorang antara syirik dan tauhid. Seandainya seseorang bertauhid maka ia akan melenyapkan kesyirikan dan demikian sebaliknya. Ketika seseorang berkeyakinan bahwa Allah satu-satunya yang mengatur alam, maka ia tidak akan mensifati selain-Nya sebagai pengatur alam yang menandingi-Nya dalam pengaturan. Ketika ia memberikan ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu wata’aala, maka tentulah ia tidak akan memberikannya kepada selain-Nya dan demikian seterusnya. Sehingga seorang muslim adalah orang yang antipati dari segala bentuk kesyirikan baik yang besar maupun kesyirikan kecil semisal riya’. Ia adalah orang yang paling jauh dari menyekutukan Allah Subhaanahu wata’aala, dengan makhluk-Nya.

Selain membenci dan antipati terhadap kesyirikan, seorang muslim juga orang yang menghindari dan berlepas diri dari para pelaku kesyirikan tersebut serta dengan sungguh-sungguh memusuhinya. Allah ta’ala telah berfirman mengisahkan kepada kita sikap Nabi Ibrahim alaihissalam, beserta orang-orang yang bersama beliau terhadap kesyirikan dan para pelakunya yang artinya, ”Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kalian dari daripada apa yang kalian sembah selain Allah Subhaanahu wata’aala, Kami ingkari (kekafiran) kalian dan telah nyata antara Kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja.” [Q.S. Al-Mumtahanah:4].

Inilah esensi Islam, barangsiapa yang meyakininya, maka ia adalah seorang muslim. Oleh sebab itulah seluruh Nabi dan Rasul demikian pula para pengikut mereka adalah kaum yang berislam, karena mereka memiliki ketiga esensi Islam.

Allah pun memerintahkan Ibrahim untuk berislam(berserah diri) kepada Allah Subhaanahu wata’aala:

Artinya : “Ketika Rabbnya berfirman kepadanya, ‘Ber-Islam-lah!’ Ibrahim menjawab, ‘Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.”’ [Q.S. Al-Baqarah:131].

Allah Subhaanahu wata’aala, juga berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang ber-Islam (berserah diri) kepada Allah Subhaanahu wata’aala, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka.” [QS Al-Ma`idah:44].

Dalam sebuah hadits disebutkan pula bahwa seluruh Nabi memiliki keyakinan yang sama dalam akidah, tauhid, serta ketundukan mereka terhadap Allah. Namun, mereka berbeda dalam syariat sesuai yang Allah turunkan atas mereka. Rassulullah ` bersabda yang artinya, “Para nabi adalah auladul ‘alat ibu mereka berbeda-beda akan tetapi agama mereka satu.” [H.R. Ahmad, Abu Dawud dari shahabat Abu Hurairah radiallohu anhu, dishahihkan Syaikh Al Albani rahimahulloh dalam Shahihul Jami’].

Auladul ‘alat adalah ibunya berbeda-beda dan bapaknya satu maksudnya sebagaimana yang disinggung Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, sendiri bahwa keimanan mereka satu adapun hukum-hukum syariat mereka berbeda. Demikian penjelasan Ibnul Atsir rahimahulloh dalam An Nihayah fi Gharibil Atsar.

Inilah makna Islam dalam artian umum, adapun Islam dalam artian khusus adalah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad shallallohu ‘alaihi wasallam,. Di mana seseorang tidak dikatakan menjadi pemeluk Islam sampai ia mau beriman dengan seluruh apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, serta tunduk dengan seluruh syariatnya. Ini adalah Islam yang menyempurnakan syariat yang datang sebelumnya. Satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah. Rasullullah ` bersabda yang artinya, “Demi Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorang pun dari umat ini, pemeluk Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentangku, kemudian ia mati dan tidak mau beriman terhadap apa yang aku diutus dengannya, melainkan ia termasuk dari penduduk neraka.” [H.R. Muslim dari shahabat Abu Hurairah `].

Allah Subhaanahu wata’aala, berfirman di dalam kitab-Nya:

Artinya : “Barangsiapa menginginkan selain Islam sebagai agama, maka tidaklah hal itu diterima darinya dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang merugi.” [Q.S. Ali Imran:85].

Wallahu a’lam

http://tashfiyah.net/2012/01/mengenal-islam-lebih-dekat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar